Mengapa Gen Z di Indonesia Enggan Berkomitmen Menikah dan Berkeluarga? Ini Alasannya

Di Indonesia, pernikahan dan membangun keluarga telah lama dianggap sebagai langkah penting dalam perjalanan hidup. Namun, belakangan ini, tren menunjukkan bahwa semakin banyak generasi muda, terutama dari Generasi Z (Gen Z), yang enggan berkomitmen untuk menikah dan berkeluarga. Meski pernikahan dan keluarga tetap dihargai dalam budaya Indonesia, pandangan Gen Z terhadapnya tampak berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Lantas, apa yang membuat Gen Z di Indonesia lebih berhati-hati atau bahkan enggan berkomitmen pada institusi pernikahan?

Mengapa Gen Z di Indonesia Enggan Berkomitmen Menikah dan Berkeluarga

Berikut adalah beberapa alasan yang sering dikemukakan mengapa banyak Gen Z di Indonesia tidak terlalu terburu-buru untuk menikah atau membangun keluarga.

1. Mengutamakan Pendidikan dan Karier

Bagi banyak Gen Z, prioritas utama mereka adalah pendidikan dan pengembangan karier. Mereka lebih fokus untuk meraih pencapaian akademis, memperoleh keterampilan, dan membangun karier yang sukses sebelum memikirkan komitmen jangka panjang seperti menikah. Dunia kerja yang semakin kompetitif, terutama di sektor yang bergantung pada keterampilan dan inovasi, membuat banyak anak muda merasa bahwa waktu dan energi mereka lebih baik diarahkan untuk mencapai tujuan profesional mereka.

Bahkan, beberapa survei menunjukkan bahwa Gen Z lebih memilih untuk membangun keamanan finansial terlebih dahulu sebelum memulai kehidupan keluarga. Mereka ingin mandiri dan tidak ingin terjebak dalam beban tanggung jawab yang dapat menghambat pencapaian tujuan karier mereka.

2. Pengaruh Media Sosial dan Perubahan Pandangan tentang Cinta

Media sosial memainkan peran besar dalam membentuk cara pandang Gen Z terhadap hubungan dan pernikahan. Mereka lebih banyak terpapar pada hubungan yang beragam, baik yang positif maupun yang penuh tantangan, melalui platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube. Konten-konten tersebut sering kali menggambarkan dinamika hubungan yang lebih fleksibel, seperti hubungan tanpa komitmen atau hubungan jarak jauh yang cenderung lebih bebas dan tidak terikat.

Di sisi lain, Gen Z juga lebih kritis terhadap gambaran ideal tentang pernikahan yang selama ini dibentuk oleh budaya populer. Banyak di antara mereka yang menyaksikan perceraian dalam keluarga atau lingkungan sekitar yang membuat mereka lebih skeptis terhadap institusi pernikahan. Mereka cenderung menganggap bahwa cinta yang sejati tidak harus diikat dengan ikatan pernikahan formal, dan lebih memilih untuk menjaga kebebasan mereka dalam berhubungan.

3. Kemandirian dan Kebebasan Pribadi

Salah satu karakteristik utama Gen Z adalah kemandirian. Generasi ini lebih menghargai kebebasan pribadi dan ruang untuk tumbuh sebagai individu. Menikah dan memiliki anak berarti menambah tanggung jawab besar, yang sering dianggap mengurangi kebebasan mereka untuk mengejar passion, melakukan perjalanan, atau menjalani hidup dengan cara yang mereka pilih.

Pernikahan sering kali diartikan sebagai komitmen jangka panjang yang mengharuskan seseorang untuk berbagi ruang dan waktu dengan pasangan, serta berbagi beban tanggung jawab keluarga. Bagi sebagian besar Gen Z, ini bisa terasa seperti pengorbanan besar terhadap kebebasan yang mereka nikmati.

4. Ketidakpastian Ekonomi

Masalah ekonomi adalah faktor penting yang mempengaruhi keputusan Gen Z untuk menikah dan berkeluarga. Mereka menyaksikan tantangan ekonomi yang lebih besar dibandingkan generasi sebelumnya, seperti biaya hidup yang semakin tinggi, harga rumah yang melonjak, dan ketidakpastian pekerjaan. Banyak Gen Z yang merasa bahwa membangun kehidupan keluarga yang stabil memerlukan sumber daya finansial yang signifikan, dan mereka khawatir tentang kemampuan mereka untuk menghadapinya.

Selain itu, generasi ini sangat sadar akan pentingnya kestabilan ekonomi sebelum berkomitmen pada pernikahan. Mereka tidak ingin terburu-buru menikah hanya untuk menghadapi kesulitan finansial yang bisa memperburuk kualitas hidup mereka atau anak-anak yang mereka miliki di masa depan.

5. Pengaruh Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 yang melanda dunia pada 2020 dan 2021 juga berpengaruh besar terhadap cara pandang Gen Z terhadap pernikahan. Selama pandemi, banyak dari mereka yang merasa lebih tertutup dan fokus pada diri sendiri, memperkuat rasa independensi, serta menunda banyak rencana besar, termasuk pernikahan. Selain itu, krisis kesehatan global ini membuat banyak orang berpikir ulang tentang komitmen jangka panjang, karena ketidakpastian yang ditimbulkan oleh perubahan dunia.

Bagi sebagian Gen Z, pandemi mengajarkan mereka untuk lebih berhati-hati dalam membuat keputusan besar, termasuk keputusan untuk menikah dan berkeluarga. Pandemi juga memperburuk ekonomi, yang semakin memperkuat rasa ketidakpastian terkait masa depan.

6. Perubahan Sikap Terhadap Pernikahan dan Keluarga

Secara umum, ada perubahan nilai yang terjadi di masyarakat terkait pernikahan dan keluarga. Pada masa lalu, menikah adalah langkah yang dianggap wajib atau norma sosial yang harus dipatuhi. Namun, di kalangan Gen Z, pandangan ini mulai berubah. Mereka lebih mengutamakan kebahagiaan pribadi dan perasaan puas dalam hidup, yang tidak selalu harus diwujudkan dalam bentuk pernikahan.

Sebagian besar Gen Z cenderung lebih terbuka terhadap konsep keluarga non-tradisional, seperti pasangan yang tidak menikah tetapi hidup bersama, atau memilih untuk hidup sendiri. Mereka merasa bahwa kebahagiaan bisa datang dalam berbagai bentuk, tanpa harus mengikuti norma tradisional yang ada.

7. Tingginya Harapan terhadap Pasangan

Gen Z juga memiliki harapan yang lebih tinggi terhadap pasangan hidup mereka. Mereka ingin hubungan yang sehat, seimbang, dan saling mendukung, bukan sekadar memenuhi ekspektasi sosial atau budaya. Hal ini menjadikan mereka lebih berhati-hati dalam memilih pasangan, dan tidak ingin terburu-buru dalam berkomitmen. Mereka ingin memastikan bahwa pasangan yang dipilih benar-benar kompatibel dan dapat saling mendukung dalam berbagai aspek kehidupan.

8. Perubahan Prioritas Hidup

Secara keseluruhan, prioritas hidup Gen Z sangat berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Mereka lebih fokus pada pencapaian pribadi, pengembangan diri, dan kebahagiaan secara individu. Meskipun pernikahan dan keluarga tetap dianggap penting oleh sebagian besar Gen Z, banyak dari mereka yang merasa bahwa kehidupan pribadi dan kepuasan individu adalah hal yang lebih utama. Mereka cenderung melihat pernikahan dan keluarga sebagai sesuatu yang bisa ditunda, sampai mereka merasa siap dan benar-benar ingin melangkah ke dalamnya.

Tren yang menunjukkan bahwa Gen Z di Indonesia lebih enggan berkomitmen untuk menikah dan berkeluarga tidak bisa dipandang secara sepihak. Hal ini merupakan hasil dari kombinasi faktor sosial, ekonomi, dan psikologis yang memengaruhi cara pandang mereka terhadap institusi pernikahan. Bagi Gen Z, kebahagiaan pribadi, kemandirian, dan pencapaian karier sering kali menjadi prioritas utama, sementara pernikahan dianggap sebagai langkah yang harus dipersiapkan dengan matang. Meskipun demikian, pandangan ini bisa berubah seiring waktu, terutama saat mereka merasa lebih siap secara emosional dan finansial untuk membangun keluarga.

Scroll to Top